Minggu, 04 Januari 2015

Strategi Coping




BAB I
PENDAHULUAN
1.    LATAR BELAKANG

Setiap manusia pasti mempunyai masalah, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Semuanya tergantung akan indvidu yang menjalani. Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kta menemui seseorang yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam mengcoping suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, bahkan dapat menimbulakn gangguan dalam pikiran dan kejiwaannya, seperti depresi, stres dan gila
Coping ini secara bahasa mempunyai makna menanggggulangi, menerima menguasai segala sesuatuyang berangkutan dengan diri kita sendiri. Untuk mengendalikan emosi bisa dilakukan dengan banyak cara, diantaranya dengan model penyesuaian, pengalihan dan coping.
Strategi coping itu sendiri dapat diartikan sebuah cara atau prilaku individu untuk menyelesaikan  suatu permasalahan.sedangkan macam-macam copng itu sendiri menurut Santrock (1996)
1.      strategi pendekatan (approach strategy)
yaitu usaha kogntif untuk memahami penyebab stres atau stressor dan  usaha untuk menangani hal tersebut dengan cara menghadapinya
2.      strategi menghindar (avoidance strategy)
yaitu usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisir stessor yang muncul dalam prilaku dengan cara menghindar dari hal tersebut
Bentuk-bentuk strategi coping yaitu :
1.      perilaku coping yang beorientasi pada masalah (problem focused coping-PFC) yaitu strategi kognitif dalam penanganan stress/ strategi kognitif yang digunakan individu dalam rangka menangani masalahnya.
2.      perilaku coping yang berorientasi pada emosi (emotion focused coping-EFC) yaitu strategi penanganan stress dimana individu  memberikan respon terhadap situasi stress dengan cara emosional.
faktor yang mempengaruhi coping
1.      karakteristik situasional
2.      faktor lingkungan
3.      faktor personal atau perbedaan individu

Rumusan Masalah
1.      apa pengertian Coping ?
2.      apa pengertian dari  strategi coping?
3.      apa saja Jenis-jenis Koping Stress ?
4.      apa saja Jenis-jenis koping yang konstruktif dan positif (sehat)?
5.      Bagaimana Klasifikasi dan Bentuk Coping ?
6.      Apa saja Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping ?


Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui tentang pengertian strategi coping
2.      Untuk mengetahui tentang jenis-jenis coping
3.    Untuk mengetahui faktpr-faktor yang mempengaruhi










BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Coping
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa coping adalah respon individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi. Menurut Stone & Neale (dalam Rice, 1992) coping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh dengan tekanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.
2.      Pengertian Strategi Coping
Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres. Gowan et al. (1999) mendefinisikan strategi coping  sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan eksternal dan  internal yang dihasilkan dari sumber stres. Dodds (1993) mengemukakan bahwa pada esensinya, strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya. Secara spesifik, sumber-sumber yang memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial) dan sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga atau sumber finansial (Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan atau ancaman.  
3.     Jenis-jenis Koping Stress

a. Koping psikologis
pada umunya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua factor, yaitu:

1. bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.

2. keefektifan strategi koping yang digunakan oindividu, artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menghasilkan suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping psiko-sosial
yang biasa dilakukan individu dalam psiko-sosial adalah menyerang, menarik diri, dan kompromi.

1. perilaku menyerang
Individu menggubakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya. Perilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang, orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam, dan marah yang memanjang. Sedangkan tindakan yang konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidaksenangannya.

2. perilaku menarik diri
Menarik diri adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor. Misalnya: individu melarikan diri dari stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologois individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.

3. Kompromi
Kompromi adalah merupakan sikap konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, secara umum kompromo dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan  diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (harber dan runyon, 1984).                  
4.      Jenis-jenis koping yang konstruktif dan positif (sehat)
Jenis-jenis koping yang konstruktif atau positif (sehat) Harmer dan Ruyon (1984), menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif yaitu:

1. Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternative pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternative yang dianggap paling menguntungkan.individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternative-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungannya yang diperoleh paling besar.

2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran,dan penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis obyektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memiliki kemampuan mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.


3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataanya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi ketika menghadapi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan yang menjadi semakin kabur dan tidak terarah.

4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu strss dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. menjadi assertif tidak sama dengan tindakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikiran oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati dengan pemikiran dan perasaan orang lain. dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.

5. Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku,motif,cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memiliki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati.  Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam untuk melakukan pengamatan diri.

5.    Klasifikasi dan Bentuk Coping
            Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :


a.    Problem Focused Coping (PFC)
adalah merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006). Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi
stres yang mengancam individu (Taylor,2009). 
b. Emotion Focused Coping (EFC)
 merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan Universitas Sumatera Utarakognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).   Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut : 
A.  Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping)
1. Planfull problem solving
 individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah  yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
2. Direct action
            meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang  diperlukan.
3. Assistance seeking
individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari orang  lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi  masalahnya.
4.   Information seeking
 individu mencari informasi dari orang lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut. 
B. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused  Coping)
  1. Avoidance
            individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal  atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang  menyenangkan.  
2.  Denial
individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan masalah yang dihadapinya.
3. Self-criticism
 keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya. 
4. Possitive reappraisal
individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut.
6.         Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping :
            Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :

a. Kesehatan Fisik
            Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
 Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
            Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan  dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan  melakukan suatu tindakan yang tepat.
 d. Keterampilan sosial 
            Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan  bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang  berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
            Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.   Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Mutadin, 2002). Individu yang saling mendukung satu sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan kerja, individu yang mampu membina hubungan baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria yang membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi (Walton dalam Kossen, 1987).      
         



















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dengan keterangan yang telah dipaparkan diatas, penuls menyimpulkan, bahwa strategi coping merupakan suatu usaha untuk mengatasi tuntutan nternal maupun eksternal yang dinilai membebani atau menekan emosi individu.Dan jenis strategi copingterbagi menjadi dua yaitu : problem solvingfocused coping dan emotion focused coping,Jadi setiap masalah seseorang harus bisa mengendalikannya, walaupun kita harus mengoptimalkan kekuatan pada dir kita untuk mengatasi hal tersebut.












DAFTAR PUSTAKA


Huda, Darwin M.2006, Emosi. PT.Erlangga.
F: Rumah Belajar Psikologi.htm




Senin, 17 November 2014

Self Confidance

SELF CONFIDANCE
( PERCAYA DIRI )

A.    Pengertian Percaya Diri
Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.
Menurut Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri.
  1. Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah :
  1. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, hingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, atau pun rasa hormat orang lain
  2. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
  3. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri
  4. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
  5. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain)
  6. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, ornag lain dan situasi di luar dirinya
  7. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
                   
  1. Karakteristik atau ciri-ciri Individu yang kurang percaya diri
Beberapa ciri atau karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah:
  1. Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok
  2. Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan
  3. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan dir) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri
  4. Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif
  5. Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil
  6. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri)
  7. Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu
  8. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangattergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain)
  1. Kiat praktis untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Ditinjau dari aspek kemauan:
1.      Bekerjalah dengan Ikhlas. Yakinkan bahwa seluruh amalan baik akan mendapatkan pahala walau tidak enak untuk dikerjakan.
2.      Kerjakan setiap aktifitas dengan penuh tanggung jawab, memiliki landasan nilai (vaIue) dan prinsip-prinsip yang kuat.
3.      Milikilah kebiasaan menerima. Ini akan meningkatkan rasa memiliki.
4.      Tingkatkan rasa tanggung jawab pribadi. Dengan itu, rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan problem umat akan tumbuh.
5.      Miliki kebiasaan mempertahankan hak. Dengan cara mendorong sikap percaya diri untuk membela hak-hak kita yang hilang.
6.      Milikilah kebiasaan hidup dengan tujuan. Tanpa tujuan yang kuat tak akan ada target dan kurang termotivasi untuk melakukan aktifitas yang baik sekalipun.
7.      Memiliki integritas diri. Kekuatan utama bagi penyeru kebaikan terletak pada kekuatan integritas, yaitu kesatuan antara ucapan, statement tertulis dan tindakan kita.
8.      Hindari mencari-cari alasan
9.      Gunakan daya imajinasi
10.  Jangan takut gagal.

  1. Kiat praktis untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Ditinjau dari aspek pemahaman dan keterampilan:
1.      Milikilah catatan/referensi materi dan agenda yang rapi.
2.      Siapkan materi yang akan disampaikan. Naik panggung tanpa persiapan, maka turun panggung penuh dengan kehinaan.
3.      Bacalah buku-buku referensi, ini sangat membantu meningkatkan pemahaman.
4.      Milikilah hafalan yang baik. Orang berbicara mengandalkan apa yang diingat.
5.      Ambillah selalu kesempatan untuk tampil dimuka umum kapan saja. Sebagai latihan melancarkan kemampuan bicara dan kontrol diri.
6.      Ikutilah beberapa pelatihan, semisal pelatihan Training for Trainer, atau sejenis pelatihan untuk pelatih dan fasilitator yang membekali skill mengajar.

F.    Proses terbentuknya rasa percaya diri yang kuat :
1. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu.
2. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkannya keyakinan yag kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya.
3.  Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri.
4.   Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya (Hakim, 2005 : 2)




G.    Jenis – Jenis Kepercayaan Diri

Ada tiga jenis kepercayaan diri, yaitu kepercayaan diri tingkah laku, emosional dan spiritual.
1. Kepercayaan diri tingkah laku adalah kepercayaan diri untuk mampu bertindak dan menyelesaikan tugas-tugas baik tugas-tugas yang paling sederhana hingga yang bernuansa cita-cita untuk meraih sesuatu.
2. Kepercayaan diri emosional adalah kepercayaan diri untuk yakin dan mampu menguasai segenap sisi emosi.

3. Kepercayaan diri spiritual adalah keyakinan individu bahwa setiap hidup ini memiliki tujuan yang positif dan keberadaannya kita punya makna (Angelis, 2005: 58).

Sedangkan menurut Lindefield dalam Kamil mengemukakan bahwa kepercayaan diri terdiri dari dua jenis percaya diri batin dan lahir (Lidenfield, 1997: 4 - 7)
1. Kepercayaan diri batin
Menurut Lidenfield dalam kamil ada empat ciri utama yang khas pada orang yang mempunyai percaya diri batin yang sehat, yaitu:
a.        Cinta diri
Orang yang percaya diri peduli tentang diri mereka sendiri sehingga perilaku dan gaya hidup yang mereka tampilkan untuk memelihara diri. Jadi cinta diri setiap individu sangat diperlukan dalam menumbuhkan kepercayaan diri karena setiap individu akan menghargai dengan baik kebutuhan jasmani maupun rohaninya, sehingga individu akan:
1. Mampu memelihara diri sehingga mampu menghargai baik kebutuhan jasmani maupun rohaninya, dan menempatkannya pada pijakan yang setara dengan kebutuhan orang lain.
2. Bangga akan sifat-sifat mereka yang baik dan memusatkan diri untuk memanfaatkannya sebaik mungkin, tidak mau membuang waktu, tenaga atau uang untuk memikirkan kekurangan diri sendiri.
3. Merasa senang bila diperhatikan. Secara terbuka menunjukkan keinginan untuk dipuji, ditentramkan dan mendapat ganjaran, dan mereka tidak akan mencoba memanfaatkan siapapun untuk memenuhi itu secara tidak langsung.
b.  Pemahaman Diri
Orang yang percaya diri batin sangat sadar diri. Mereka tidak terus-menerus merenungi diri sendiri, tetapi secara teratur mereka memikirkan perasaan, pikiran, perilaku dan mereka selalu ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang diri mereka. Dengan demikian pemahaman diri yang baik, individu akan dapat
1. Menyadari potensi diri yang dimilikinya sehingga kecil kemungkinan akan mengalami kegagalan berulang kali, cenderung menjadi pribadi yang mantap tidak begitu saja mengikuti orang lain, mempunyai sahabat yag dapat memberi dan menerima.
2. Tahu diri dalam arti serta terbuka untuk menerima kritik dan batuan.
c.  Tujuan yang jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya. Ini disebabkan karena mereka punya pikiran yang jelas mengapa mereka melakukan tindakan tertentu dan mereka tahu hasil apa yang bisa diharapkan. Seseorang yang memiliki tujuan yang jelas akan dapat:
1. Mampu menentukan tujuan sendiri. Mereka akan terbiasa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.
2. Mempunyai motivasi yang tinggi, lebih menilai kemajuan dirinya dari tujuan yang telah ditetapkan.
3. Mampu membuat keputusan karena seseorang tahu betul apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasilnya.
d.  Berfikir positif
Orang yang percaya diri biasanya merupakan teman yang menyenangka, salah satu sebabnya ialah karena mereka biasa melihat kehidupan yang cerah dan mereka mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus. Seseorang yang mampu berfikir positif akan dapat:
1. Memiliki harapan dalam hidupnya. Jadi orang yang berfikir positif selalu mempunyai yang keinginan-keinginan dan cita-cita dalam hidupnya.
2. Memiliki potensi motivasi dalam hidupnya. Jadi apa yang diinginkan dan di cita-citakan akan diwujudkannya.
3. Memilki kepercayaan bahwa ini masalah dapat diselesaikan, percaya bahwa masa datang akan lebih baik dari masa sekarang, mau bekerja walau dengan tantangan, dan melakukan tugasnya, karena seseorang percaya behwa tujuannya akan tercapai.

Kesimpulannya orang yang memilki kepercayaan diri batin harus memenuhi aspek diatas, seperti cinta diri, pemahaman diri, tujuan yang jelas, dan mampu berfikir secara positif. Orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi tidak hanya kepercayaan diri tingkah laku atau spiritual saja tetapi juga didukung kepercayaan diri kepercayaan diri batin.

2. Kepercayaan Diri Lahir
Untuk memberikan kesan percaya diri pada dunia luar, maka kita perlu mengembangkan ketrampilan dalam empat bidang yang berkaitan dengan kepercayaan diri lahir, yaitu:
a.       Komunikasi
Dengan memiliki dasar yang baik dalam ketrampilan berkomunikasi, maka dapat mendengarkan orang lain dengan tepat, tenang dan penuh perhatian, bisa berbincang-bincang dengan orang dari segala jenis latar belakang, tahu kapan dan bagaimana berganti pokok pembicaraan dari percakapan biasa ke yang lebih mendalam, dan bicara di depan umum tanpa rasa takut. Ketika berkomunikasi orang yang kurang percaya diri, biasanya bicara gagap, sulit dimengerti oleh orang lain.
Orang yang memilki kepercayaan diri tinggi tidak akan menemui kendala-kendala apabila harus berkomunikasi dengan orang lain. Walaupun mampu berkomunikasi secara baik, tetapi orang yag diajak berbicara juga merasa nyaman.

b.       Ketegasan
Dengan memilki sikap tegas tidak akan menunjukkan sikap agresif dan pasif dalam mencapai keberhasilan dalam hidupnya dan hubungan sosialnya, sehingga memungkinkan rasa percaya diri bertambah. Orang yang memiliki ketegasan akan dapat:
1. Bersikap dan berperilaku asertif. Sikap tegas artinya menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran, perasaan dan keyakinan dengan cara langsung, jujur dan tepat. Sikap tegas meliputi setiap tindakan benar yang perlu diungkapkan. Misalnya: bertanya kepada guru mengenai materi pelajaran yang kurang dimengerti. Menjadi orang yang tegas pestinya memiliki kepercayaan diri tinggi.
2. Berkompromi dengan siapa saja secara baik.
3. Menerima pujian dari orang lain secara wajar.
4. Menerima kritikan yang bangun dari orang lain secara wajar.
c.    Penampilan diri
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang pasti tampil diri. Untuk dapat tampil diri membutuhkan gaya hidup yang dapat diterima orang lain dan mencerminkan tampil adanya, sopan dan berbusana dengan model maupun warna yang cocok sehingga orang tersebut bisa tampil diri sebagai orang yang penuh percaya diri.
Dengan berpenampilan diri yang secara baik mencerminkan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Ini ditujukan dari memilih gaya pakaian dan warna yang paling cocok dengan kepribadiannya dan kondisi fisiknya, cepat mendapat pengakuan karena penampilan pertama yang bagus, dan menyadari dampak gaya hidupnya terhadap pendapat orang lain mengenai diri mereka, tanpa terbatas pada keinginan untuk selalu ingin menyenangkan.

d.       Pengendalian Perasaan
Pengendalian perasaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan dalam kita perlu dikelola secara baik. Apabila tidak dikelola secara baik bisa membentuk kekuatan besar yang tidak terduga yang bisa membuat seseorang lepas kendali. Untuk itu ketika harus mampu mengendalikan perasaan, mempunyai keberanian dalam menghadapi tantangan, ketabahan dalam menghadapi masalah dan pengendalian dalam bertindak agar tidak mudah terbenam dalam emosi. Orang yang tidak percaya diri dapat dikatakan tidak bisa mengendalikan perasaan sehingga menunjukkan ketakutan, kecemasan dan sulit menetralisasi ketegangan. Orang dapat dikatakan percaya diri, selain memiliki kepercayaan diri lahir yang tinggi pula. Mereka harus memiliki komuikasi yang baik, memiliki ketegasan, mempunyai penapilan diri yang baik dan mampu mengendalikan perasaannya. Maka orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi tidak hanya memiliki kepercayaan diri batin saja atau kepercayaan diri tingkah laku saja tetapi harus memiliki kedua-duanya (Lidenfield, 1997: 4-7)

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dalam jenis-jenis kepercayaan diri yang akan dijadikan indikator dalam penelitian ini adalah
(1) cinta diri,
(2) pemahaman diri,
(3) tujuan yang jelas,
(4) berfikir positif,
(5) komunikasi,
(6) ketegasan,
(7) penampilan diri, dan
(8) pengendalian perasaan.


DAFTAR RUJUKAN

Arya. 2008. Learning and motivation spirti. http://pembelajaran.blogspot.com/. 8 Oktober 2014. pukul 19.00 WIB.

Galih. 2011. Karakteristik Orang Dengan Percaya Diri Tinggi. http://www.artikelpria.com/2011/07/08/karakteristik-orang-dengan-percaya-diri-tinggi.html . 8 Oktober 2014. pukul 19.17 WIB.

Timothy Wibowo. 7 Cara Meningkatkan Rasa Percaya Diri. www.pendidikankarakter.com .  8 Oktober 2014. Pukul 20.00 WIB