RPP
A.
Topik
:
Self Efficacy
B. Jenis Layanan :
Layanan Informasi
C. Fungsi Layanan : Pemahaman,
Pengembangan
D. Bidang Layanan :
Pribadi
E. Kompetensi Dasar :
1. Siswa
memahami pengertian self efficacy
2. Siswa
memahami faktor yang mempengaruhi self efficacy
3. Siswa
mampu memahami karakteristik tinggi rendahnya self efficacy
F. Standar Kompetensi : Mengembangkan
self efficacy pada siswa
G. Tujuan Layanan : Siswa
mampu mengembangkan self efficacy
H. Sasaran Kegiatan : Siswa
kelas 9 / semester ganjil
I. Waktu :
1 x 30 menit
J. Pelaksanaan :
No
|
Uraian kegiatan
|
Metode
|
Waktu
|
1.
|
Pembukaan :
1.
Salam pembuka
2.
Topic netral
|
Ceramah, Tanya Jawab
|
2
menit
|
2.
|
Kegiatan inti :
1. Konselor
membagi kelompok kecil 5-6 siswa pada kelas tersebut
2. Setiap
kelompok di beri satu contoh model tokoh (Chairul Tanjung, Leo Messi)
3. Konselor
memberi instruksi untuk mengamati perilaku dan cara berfikir model
4. Konselor membagikan kertas yang akan digunakan
peserta untuk memilih model/tokoh yang menginspirasinya
5. Konselor memberi instruksi kepada peserta untuk
menuliskan alasan mereka memilih tokoh tersebut
6. Konselor menjelaskan maksud tersebut, adalah salah
satu cara untuk meningkatkan self efficacy dengan menggunakan modeling
(mastery model)
7. Konselor
menyampaikan materi self efficacy
|
Permainan
Ceramah, Tanya Jawab
|
15
menit
10
menit
|
3.
|
Penutup :
1.
Konselor bersama siswa menyimpulkan
tentang self efficacy
2.
Salam
|
Tanya Jawab
|
3 menit
|
K. Pihak yang dilibatkan : Siswa
L. Penyelenggara : Guru
BK / Konselor
M. Tempat Penyelenggaraan : Ruang Kelas
N. Materi Layanan :
1. Pengertian
self efficacy
2. Faktor-faktor
yang mempengaruhi self efficacy
3. Sumber-sumber
self efficacy
4. Karakteristik
individu memiliki self efficacy tinggi dan rendah
O. Alat dan Perlengkapan : Laptop, LCD
Proyektor, Gambar tokoh, Kertas warna
P. Daftar Pustaka :
Alwisol. 2004. Psikologi
Kepribadian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Bandura,
A. 1997. Self-efficacy: The Exercise of
Control. New York: W. H. Freeman Company.
Bandura,
A. 1994. Self-efficacy. In V.S.
Ramachaudran (Ed.), Enclopedia of Human Behavior.
(Online). Vol.4, pp.71-81). New York: Academic Press.
Materi Self Efficacy
A. Definisi
Self-Efficacy
Bandura
(1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang terhadap
kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan, dan berusaha untuk menilai tingkatan dan kekuatan di
seluruh kegiatan dan konteks. Menurut Alwisol (2004, hal. 344)
efikasi adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki
kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat
melakukan tindakan bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang
dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena
cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai),
sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan seorang individu terhadap
kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu
tujuan dimana individu yakin mampu untuk menghadapi segala tantangan dan mampu
memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan
tersebut.
B. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut
Bandura (1997) tinggi rendahnya self-efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh
dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura (1997) ada
beberapa yg mempengaruhi self-efficacy, antara lain:
1. Jenis kelamin. Orang tua sering kali
memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman
(Bandura, 1997) mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan
dan kompetensi laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat
membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal
ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap
bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun
prestasi akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima
perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap
kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki
self-efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya
wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.
2. Usia. Self-efficacy terbentuk
melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan.
Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang
lebih banyak.
3. Tingkat pendidikan. Self-efficacy
terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada tingkat
pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi biasanya
memiliki self-efficacy yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih
banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal, selain itu individu
yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak
mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam
hidupnya.
4. Pengalaman. Self-efficacy terbentuk
melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu organisasi ataupun
perusahaan dimana individu bekerja. Self-efficacy terbentuk sebagai suatu
proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut.
Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki
individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup
kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru
cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung kepada bagaimana
individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya selama
melalukan pekerjaan.
C.
Sumber-sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (1994) ada sumber yang dapat mempengaruhi
self-efficacy, yaitu:
1. Pengalaman yang telah dilalui
(enactive mastery experience)
Merupakan sumber informasi self-efficacy yang paling
berpengaruh. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang
mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan (Bandura, 1997).
Umpan balik terhadap hasil kerja seseorang yang positif akan meningkatkan
kepercayaan diri seseorang. Kegagalan di berbagai pengalaman hidup dapat
diatasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi
lebih baik karena membuat individu tersebut mampu utuk mengatasi
rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya.
2. Pengalaman orang lain (vicarious
experience)
Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman
keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Ketika melihat orang lain
dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang/tugas melalui usaha yang
tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam
bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun
ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Individu
juga akan ragu untuk berhasil dalam bidang tersebut (Bandura, 1997). Peran
vicarious experience terhadap self-efficacy seseorang sangat dipengaruhi oleh
persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model.
Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan
kegagalan model akan semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila
individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy
menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh prilaku model (Bandura, 1997). Seseorang
akan berusaha mencari model yang memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai
dengan keinginannya. Dengan mengamati perilaku dan cara berfikir model tersebut
akan dapat memberi pengetahuan dan pelajaran tentang strategi dalam menghadapi
berbagai tuntutan lingkungan (Bandura, 1997).
3. Verbal persuasion
Verbal digunakan secara luas untuk membujuk seseorang bahwa
mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari. Orang yang
mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih
besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang
tersebut (Bandura, 1997).
4. Physiological state
Seseorang percaya bahwa sebagian tanda-tanda psikologis
menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan
dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of
arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung
bagaimana arousalitu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu
tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik
(self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang
tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi
tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi tertentu dengan
memperhatikan keadaan fisiologisnya.
D. Karakteristik
individu yang memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Rendah
Karakteristik individu yang memiliki
Self-efficacy yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa
mereka mampu menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi,
tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka
miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari
situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan
komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang
dilakuakanya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada
tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa
mampu setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan
keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997).
Karakteristik
individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah adalah individu yang merasa
tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas
yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan
komitmen yang lemah terhadaptujuan yang ingin di capai, dalam situasi sulit
cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan
konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan
mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997).
Media
:
Untuk
meningkatkan self efficacy seseorang dapat menggunakan modeling karena dapat
memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana memperoleh keterampilan serta
dapat meningkatkan harapan siswa bahwa ia bisa menguasai suatu keterampilan
(Schunk, 1991:30). Media yang digunakan berupa mastery model yaitu gambar tokoh beserta kisah sukses, motto, dsb.
Tokoh :
1. Chairul Tanjung
Chairul Tanjung lahir di Jakarta pada tanggal 16
Juni 1962. Orang tua Chairul Tanjung bernama A.G Tanjung (Ayah) yang
berketurunan Batak sedangkan ibunya bernama Halimah adalah orang Sunda tepatnya
Sukabumi. Awalnya
keluarga Chairul Tanjung adalah keluarga yang berlebih, ayahnya adalah seorang
wartawan di jaman Presiden Soekarno dan juga menerbitkan majalah lokal yang
oplahnya lumayan. Namun kemudia saat era Soeharto, surat kabar dari ayah
Chairul Tanjung dicurigai sebagai antek orde lama dan akhirnya dipaksa untuk
tutup. Dari sinilah perekonomian keluarganya menjadi berubah seratus delapan
puluh derajat. Untuk menopang uang sakunya yang jauh dari cukup, Chairul pun
berkuliah sambil berbisnis.
Chairul
Tanjung bisa mencapai kesuksesan seperti ini bukan karena beliau adalah orang
super. Ini dikarenakan beliau sangat pandai dalam membangun jaringan atau
networking. Bagi Chairul, membangun
jaringan adalah segalanya bahkann diatas modal itu sendiri. Ketika
bisnisnya lesu maka jaringan bisa diandalkan. Membangun jaringan tidak hanya
pada orang atau perusahaan yang sudah ternama saja, pada perusahaan yang belum
ternama pun juga perlu karena siapa tahu esoknya kita memerlukan bantuan mereka
bahkan pada seorang kurir pun menjaga networking sangat dibutuhkan. Dalam
membangun bisnisnya, Chairul sangat sabar menapaki tangga bisnisnya. Selain kerja keras, pantang menyerah dan jaringan,
kesabaran juga sangat penting. Chairul menyarankan agar tidak melakukan cara-cara instan karena
itu hanya akan menjadi api dalam sekam bagi bisnisnya.
2.
Leo
Messi
Leo Messi yang lahir tanggal 24 juni
1987 di Rosario, merupakan anak dari pasangan Jorge Heracio Messi dan Celia
Maria Cuccittini. Dia adalah anak terakhir dengan dua saudara laki-laki dan
satu saudara perempuanya. Ayah Messi bekerja di sebuah pabrik besi dan ibunya
sebagai pembersih paruh waktu. Messi sudah bermain bola sejak berumur lima
tahun di sebuah klub lokal bernama Grandoli. Dilanjutkan membela klub Nowell’s
Old Boys pada tahun 1995. Pada tahun 1998 saat Messi menginjak 11 tahun, dokter
mendiagnosanya mengalami kekurangan hormon pertumbuhan. River Plate yang
melihat potensi Messi, berniat mengontraknya namun biaya untuk pengobatan Messi
yang mencapai $850 per bulan membuat River Plate membatalkan niatnya.
Kemudian FC Barcelona melalui Carles
Rexach selaku Direktur Olahraga, mengajukan tawaran kepada ayah Messi dan
bersedia membiayai pengobatannya. Messi dan ayahnya pun setuju dan
segerabergabung dengan Barcelona. Debut perdana Messi bersama Barcelona senior
dimulai tanggal 16 Oktober 2004. Saat itu usianya baru 17 tahun 114 hari dan
menjadi pemain termuda La Liga. Gol perdananya terjadi pada tanggal 1 Mei 2005,
ketika Barcelona mengalahkan Albacente Balompie. Pada musim 2005-2006 ketika
kontrak Messi akan habis, Fc Barcelona menambah kontrak Messi hingga juni 2014.
Pada tahun 2007 Messi mendirikan Leo
Messi Foundation, sebuah badan amal yang mendukung akses ke perawatan
pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak yang tidak mampu. Dalam wawancara
fansite, Messi berkata :. "Menjadi
terkenal sekarang sedikit memberi saya kesempatan untuk membantu orang yang
benar-benar membutuhkannya, terutama anak-anak " Dalam menanggapi
kesulitan seperti apa yang pernah dialami Messi, Leo Messi Foundation mendukung
anak-anak Argentina yang didiagnosis dengan kondisi medis dan menawarkan
pengobatan di Spanyol serta menanggung biaya transportasi, rumah sakit dan penyembuhan.
Yayasan Messi didukung oleh aktivitas penggalangan dana sendiri dengan bantuan
tambahan dari Herbalife. Pada 11 Maret 2010 Messi mengumumkan sebagai duta
besar untuk UNICEF. Messi dalam kegiatan sebagai duta UNICEF ditujukan untuk
mendukung hak-hak anak. Messi didukung dalam hal ini oleh FC Barcelona, yang
juga memiliki hubungan yang kuat dengan UNICEF.
3. Raden Ajeng Kartini
Lahir pada 21 April tahun 1879 di kota
Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat
pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit
sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal
tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak
durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran
dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan
ditemani Simbok (pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya,
tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada
kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu
menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu
itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga
harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan
teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan
lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis
surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia
menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar
di negeri Belanda.
Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat
dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden
Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang.
Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung
mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor
kabupaten Rembang. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita
oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. Nama sekolah tersebut adalah
"Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van
Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon
mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada
para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT”
yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar