Senin, 17 November 2014

RPP self efficacy

RPP

A.    Topik                                      : Self Efficacy
B.     Jenis Layanan                       : Layanan Informasi
C.    Fungsi Layanan                    : Pemahaman, Pengembangan
D.    Bidang Layanan                    : Pribadi
E.     Kompetensi Dasar                 :
1.      Siswa memahami pengertian self efficacy
2.      Siswa memahami faktor yang mempengaruhi self efficacy
3.      Siswa mampu memahami karakteristik tinggi rendahnya self efficacy
F.     Standar Kompetensi             : Mengembangkan self efficacy pada siswa
G.    Tujuan Layanan                   : Siswa mampu mengembangkan self efficacy
H.    Sasaran Kegiatan                  : Siswa kelas 9 / semester ganjil
I.       Waktu                                    : 1 x 30 menit
J.      Pelaksanaan                           :
No
Uraian kegiatan
Metode
Waktu
1.
Pembukaan :
1.      Salam pembuka
2.      Topic netral

Ceramah, Tanya Jawab

2  menit
2.
Kegiatan inti :
1.      Konselor membagi kelompok kecil 5-6 siswa pada kelas tersebut
2.      Setiap kelompok di beri satu contoh model tokoh (Chairul Tanjung, Leo Messi)
3.      Konselor memberi instruksi untuk mengamati perilaku dan cara berfikir model
4.      Konselor  membagikan kertas yang akan digunakan peserta untuk memilih model/tokoh yang menginspirasinya
5.      Konselor  memberi instruksi kepada peserta untuk menuliskan alasan mereka memilih tokoh tersebut
6.      Konselor  menjelaskan maksud tersebut, adalah salah satu cara untuk meningkatkan self efficacy dengan menggunakan modeling (mastery model)
7.      Konselor  menyampaikan materi self efficacy

Permainan
















Ceramah, Tanya Jawab

15 menit
















10 menit
3.
Penutup :
1.      Konselor bersama siswa menyimpulkan tentang self efficacy
2.      Salam

Tanya Jawab

3 menit

K.    Pihak yang dilibatkan           : Siswa
L.     Penyelenggara                       : Guru BK / Konselor
M.   Tempat Penyelenggaraan     : Ruang Kelas
N.    Materi Layanan                    :
1.      Pengertian self efficacy
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
3.      Sumber-sumber self efficacy
4.      Karakteristik individu memiliki self efficacy tinggi dan rendah
O.    Alat dan Perlengkapan         : Laptop, LCD Proyektor, Gambar tokoh, Kertas warna
P.     Daftar Pustaka                      :
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Bandura, A. 1997. Self-efficacy: The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman         Company.
Bandura, A. 1994. Self-efficacy. In V.S. Ramachaudran (Ed.), Enclopedia of Human                      Behavior. (Online). Vol.4, pp.71-81). New York: Academic Press.

Materi Self Efficacy

A. Definisi Self-Efficacy
Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan berusaha untuk menilai tingkatan dan kekuatan di seluruh kegiatan dan konteks. Menurut Alwisol (2004, hal. 344) efikasi adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan seorang individu terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan untuk mencapai suatu tujuan dimana individu yakin mampu untuk menghadapi segala tantangan dan mampu memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

B.  Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997) tinggi rendahnya self-efficacy seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Menurut Bandura (1997) ada beberapa yg mempengaruhi self-efficacy, antara lain:
1.      Jenis kelamin. Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman (Bandura, 1997) mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan dirinya, perempuan sering kali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa wanita lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibanding laki-laki, walapun prestasi akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian mereka terhadap kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu para pria memiliki self-efficacy yang lebih tinggi dibanding dengan wanita, begitu juga sebaliknya wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.
2.      Usia. Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat berlangsung selama masa kehidupan. Individu yang lebih tua cenderung memiliki rentang waktu dan pengalaman yang lebih banyak.
3.      Tingkat pendidikan. Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang yang lebih tinggi biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka lebih banyak belajar dan lebih banyak menerima pendidikan formal, selain itu individu yang memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar dalam mengatasi persoalan-persoalan dalam hidupnya.
4.      Pengalaman. Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu organisasi ataupun perusahaan dimana individu bekerja. Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam situasi kerjanya tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi self efficacy yang dimiliki individu tersebut dalam pekerjaan tertentu, akan tetapi tidak menutup kemungkinann bahwa self efficacy yang dimiliki oleh individu tersebut justru cenderung menurun atau tetap. Hal ini juga sangat tergantung kepada bagaimana individu menghadapai keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya selama melalukan pekerjaan.

C.    Sumber-sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (1994) ada sumber yang dapat mempengaruhi self-efficacy, yaitu:
1.      Pengalaman yang telah dilalui (enactive mastery experience)
Merupakan sumber informasi self-efficacy yang paling berpengaruh. Dari pengalaman masa lalu terlihat bukti apakah seseorang mengarahkan seluruh kemampuannya untuk meraih keberhasilan (Bandura, 1997). Umpan balik terhadap hasil kerja seseorang yang positif akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Kegagalan di berbagai pengalaman hidup dapat diatasi dengan upaya tertentu dan dapat memicu persepsi self-efficacy menjadi lebih baik karena membuat individu tersebut mampu utuk mengatasi rintangan-rintangan yang lebih sulit nantinya.
2.      Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Merupakan cara meningkatkan self-efficacy dari pengalaman keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Ketika melihat orang lain dengan kemampuan yang sama berhasil dalam suatu bidang/tugas melalui usaha yang tekun, individu juga akan merasa yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang tersebut dengan usaha yang sama. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika orang yang diamati gagal walapun telah berusaha dengan keras. Individu juga akan ragu untuk berhasil dalam bidang tersebut (Bandura, 1997). Peran vicarious experience terhadap self-efficacy seseorang sangat dipengaruhi oleh persepsi diri individu tersebut tentang dirinya memiliki kesamaan dengan model. Semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan model, maka kesuksesan dan kegagalan model akan semakin mempengaruhi self-efficacy. Sebaliknya apabila individu merasa dirinya semakin berbeda dengan model, maka self-efficacy menjadi semakin tidak dipengaruhi oleh prilaku model (Bandura, 1997). Seseorang akan berusaha mencari model yang memiliki kompetensi atau kemampuan yang sesuai dengan keinginannya. Dengan mengamati perilaku dan cara berfikir model tersebut akan dapat memberi pengetahuan dan pelajaran tentang strategi dalam menghadapi berbagai tuntutan lingkungan (Bandura, 1997).
3.      Verbal persuasion
Verbal digunakan secara luas untuk membujuk seseorang bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan yang mereka cari. Orang yang mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemamuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan mengerahkan usaha yang lebih besar daripada orang yang tidak dipersuasi bahwa dirinya mampu pada bidang tersebut (Bandura, 1997).
4.       Physiological state
Seseorang percaya bahwa sebagian tanda-tanda psikologis menghasilkan informasi dalam menilai kemampuannya. Kondisi stress dan kecemasan dilihat individu sebagai tanda yang mengancam ketidakmampuan diri. Level of arousal dapat memberikan informasi mengenai tingkat self-efficacy tergantung bagaimana arousalitu diinterpretasikan. Bagaimana seseorang menghadapi suatu tugas, apakah cemas atau khawatir (self-efficacy rendah) atau tertarik (self-efficacy tinggi) dapat memberikan informasi mengenai self-efficacy orang tersebut. Dalam menilai kemampuannya seseorang dipengaruhi oleh informasi tentang keadaan fisiknya untuk menghadapi situsasi tertentu dengan memperhatikan keadaan fisiologisnya.

D.    Karakteristik individu yang memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Rendah
 Karakteristik individu yang memiliki Self-efficacy yang tinggi adalah ketika individu tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani secara efektif peristiwa dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru, menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang kuat dalam apa yang dilakuakanya dan meningkatkan usaha saat menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam menghadapi kesulitan, cepat memulihkan rasa mampu setelah mengalami kegagalan, dan menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka mampu mengontrolnya (Bandura, 1997).
Karakteristik individu yang memiliki Self-efficacy yang rendah adalah individu yang merasa tidak berdaya, cepat sedih, apatis, cemas, menjauhkan diri dari tugas-tugas yang sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, aspirasi yang rendah dan komitmen yang lemah terhadaptujuan yang ingin di capai, dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan konsekuensi dari kegagalanya, serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami kegagalan (Bandura, 1997).







Media :
Untuk meningkatkan self efficacy seseorang dapat menggunakan modeling karena dapat memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana memperoleh keterampilan serta dapat meningkatkan harapan siswa bahwa ia bisa menguasai suatu keterampilan (Schunk, 1991:30). Media yang digunakan berupa mastery model yaitu gambar tokoh beserta kisah sukses, motto, dsb.
Tokoh :
1.      Chairul Tanjung
Chairul Tanjung lahir di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1962. Orang tua Chairul Tanjung bernama A.G Tanjung (Ayah) yang berketurunan Batak sedangkan ibunya bernama Halimah adalah orang Sunda tepatnya Sukabumi. Awalnya keluarga Chairul Tanjung adalah keluarga yang berlebih, ayahnya adalah seorang wartawan di jaman Presiden Soekarno dan juga menerbitkan majalah lokal yang oplahnya lumayan. Namun kemudia saat era Soeharto, surat kabar dari ayah Chairul Tanjung dicurigai sebagai antek orde lama dan akhirnya dipaksa untuk tutup. Dari sinilah perekonomian keluarganya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Untuk menopang uang sakunya yang jauh dari cukup, Chairul pun berkuliah sambil berbisnis.
Chairul Tanjung bisa mencapai kesuksesan seperti ini bukan karena beliau adalah orang super. Ini dikarenakan beliau sangat pandai dalam membangun jaringan atau networking. Bagi Chairul, membangun jaringan adalah segalanya bahkann diatas modal itu sendiri. Ketika bisnisnya lesu maka jaringan bisa diandalkan. Membangun jaringan tidak hanya pada orang atau perusahaan yang sudah ternama saja, pada perusahaan yang belum ternama pun juga perlu karena siapa tahu esoknya kita memerlukan bantuan mereka bahkan pada seorang kurir pun menjaga networking sangat dibutuhkan. Dalam membangun bisnisnya, Chairul sangat sabar menapaki tangga bisnisnya. Selain kerja keras, pantang menyerah dan jaringan, kesabaran juga sangat penting. Chairul menyarankan agar tidak melakukan cara-cara instan karena itu hanya akan menjadi api dalam sekam bagi bisnisnya.


2.      Leo Messi
Leo Messi yang lahir tanggal 24 juni 1987 di Rosario, merupakan anak dari pasangan Jorge Heracio Messi dan Celia Maria Cuccittini. Dia adalah anak terakhir dengan dua saudara laki-laki dan satu saudara perempuanya. Ayah Messi bekerja di sebuah pabrik besi dan ibunya sebagai pembersih paruh waktu. Messi sudah bermain bola sejak berumur lima tahun di sebuah klub lokal bernama Grandoli. Dilanjutkan membela klub Nowell’s Old Boys pada tahun 1995. Pada tahun 1998 saat Messi menginjak 11 tahun, dokter mendiagnosanya mengalami kekurangan hormon pertumbuhan. River Plate yang melihat potensi Messi, berniat mengontraknya namun biaya untuk pengobatan Messi yang mencapai $850 per bulan membuat River Plate membatalkan niatnya.
Kemudian FC Barcelona melalui Carles Rexach selaku Direktur Olahraga, mengajukan tawaran kepada ayah Messi dan bersedia membiayai pengobatannya. Messi dan ayahnya pun setuju dan segerabergabung dengan Barcelona. Debut perdana Messi bersama Barcelona senior dimulai tanggal 16 Oktober 2004. Saat itu usianya baru 17 tahun 114 hari dan menjadi pemain termuda La Liga. Gol perdananya terjadi pada tanggal 1 Mei 2005, ketika Barcelona mengalahkan Albacente Balompie. Pada musim 2005-2006 ketika kontrak Messi akan habis, Fc Barcelona menambah kontrak Messi hingga juni 2014.
Pada tahun 2007 Messi mendirikan Leo Messi Foundation, sebuah badan amal yang mendukung akses ke perawatan pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak yang tidak mampu. Dalam wawancara fansite, Messi berkata :. "Menjadi terkenal sekarang sedikit memberi saya kesempatan untuk membantu orang yang benar-benar membutuhkannya, terutama anak-anak " Dalam menanggapi kesulitan seperti apa yang pernah dialami Messi, Leo Messi Foundation mendukung anak-anak Argentina yang didiagnosis dengan kondisi medis dan menawarkan pengobatan di Spanyol serta menanggung biaya transportasi, rumah sakit dan penyembuhan. Yayasan Messi didukung oleh aktivitas penggalangan dana sendiri dengan bantuan tambahan dari Herbalife. Pada 11 Maret 2010 Messi mengumumkan sebagai duta besar untuk UNICEF. Messi dalam kegiatan sebagai duta UNICEF ditujukan untuk mendukung hak-hak anak. Messi didukung dalam hal ini oleh FC Barcelona, ​​yang juga memiliki hubungan yang kuat dengan UNICEF.
3.     Raden Ajeng Kartini
Lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).
Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar